Dalam press conference Kostumfest 2017-No Boundaries di hotel GAIA Cosmo Yogyakarta (2/10), Director Kustomfest, Lulut Wahyudi juga bercerita panjang lebar tentang perkembangan scene kustom kulture di Indonesia sampai saat ini; “Dunia kustom di Indonesia saat ini bisa dibilang ‘mendadak kustom’, yang awalnya ikon-ikon atau benda-benda kultura kustom yang tidak kita sangka selama ini mendadak tampil atau muncul di banyak media,” ungkap Lulut.
Selanjutnya, pria yang juga owner Retro Classic Cycles ini juga bercerita tentang tren iklan TV saat ini. “Seperti yang kita tahu sebelumnya, iklan-iklan TV biasanya memakai brand premium baik motor maupun mobi dalam ikannya. Tapi sekarang iklan TV sangat enjoy memakai motor, mobil yang berbau kustom dalam iklannya, tidak lagi menggunakan brand-brand premium,” ucap Lulut.
Menurut Lulut, saat ini motor atau mobil yang dikustom bisa menjadi ikon dari sebuah brand besar. “Kustom sekarang ini berperan sebagai bahasa baru pop kulture indonesia yang tidak kalah dengan metode lainnya,” kata bapak 3 anak ini.
Kembali Ke Khittah
Diakui oleh Lulut, bahwa perjalanan dunia kustom Indonesia pelan tapi pasti sudah menemukan kotak yang membuat dunia kustom jadi tersekat-sekat. “Orang-orang membuat aturan yang mereka bikin sendiri yang akhirnya mengebiri arti kustom secara harafiah,” perjelas Lulut.
Maka dari itu melalui Kustomfest 2017, Lulut mencoba mengingatkan kembali pada semua insan kustom, “ayo kita kembai ke khittah (benang merah/pedoman asli) awal tentang kustom, bagaimana membangun, membuat sesuatu tanpa batas,” pesan Lulut.
Lulut juga menjelaskan hubungan kustom kulture dengan industri otomotif. “Perlu diketahui, kustom itu sebagai cikal bakal industri otomotif secara makro, contoh saja sejarah dari merek Honda,” ujar Lulut. Akan tetapi Lulut juga menggaris bawahi bahwa kita harus bisa membedakan manakala bicara kustom dalam ranah art dan ranah fungsional kustom.
“Art kustom itu dimana seseorang membangun motor atau mobil sesuai dengan keliaran ide sang builder, hal ini yang harus kita pahami dan jangan dicampur adukan,” tutup Lulut.